Rabu, 24 November 2010

Sekolah Di Kelilingi Sawah, Membuat Kami Bangga


Sekolah Di kelilingi Sawah, Membuat Kami Bangga
November kali ini para siswa SMA tengah mempersiapkan masing-masing kesibukannya untuk menghadapi UAS (Ujian Akhir Semester). Adapun hal yang dipersiapkan macam-macam, mulai dari mengadakan kelompok belajar, bimbingan dari guru, sharring mengenai soal-soal ujian yang sekiranya akan keluar pada saat nanti UAS nanti, yang jelas semuanya dilakukan demi hasil yang terbaik. Salah satu cara ini dilakukan oleh SMA N 1 Cimanggung, yang bertepatan di Desa Bunter, kecamatan Cihanjuang, Kabupaten Sumedang.
Untuk mengatasi agar anak-anak mau belajar dan menuruti perintah dari guru, maka pihak sekolah telah mempersiapkan strategi, hal ini dilakukan setidaknya untuk menambah nilai lebih pada diri mereka dan para siswa sendiri mau bertanggungjawab atas diri mereka masing-masing. Seperti yang diungkapkan Rachmat, salah satu guru yang mengajar di sekolah tersebut “kami dari pihak sekolah tentunya telah menghimbau kepada para siswa agar melakukan persiapan terkait UAS, karena ini juga dapat mempengaruhi nilai akademik mereka”, ujar Rachmat. “lagipula kami juga akan repot kalau banyak dari para siswa yang nilainya tidak selesai-selesai, artinya di sini mereka di ajarakan untuk bisa bertanggungjawab atas dirinya masing-masing”.
Selain kesibukan mereka terkait UAS yang akan segera terlaksanakan dalam waktu dekat ini, para siswa ini juga termasuk orang yang aktif. Pasalnya mereka telah merencanakan bahwa setelah UAS selesai mereka akan mengadakan PORSENI (Pekan Olahraga Nasional) kurang lebih pas masuk bulan Desember. Tentunya hal ini juga mendapat respon lebih dari pihak sekolah, lagipula pihak sekolah selalu mendukung apa yang menjadi nilai tambah bagi para siswanya tersebut, dan dalam hal ini pihak dari orang tua pun memberikan tanggapan yang sama hal nya  seperti yang diungkapkan oleh pihak guru.
Pihak sekolah selalu memberikan support terhadap para siswa mereka, hal ini dilakukan demi keberhasilan yang dicapai oleh para siswa. Kenyataannya hal ini terbukti berhasil, misalnya saja dengan para alumni yang seringkali datang berkunjung ke sekolah untuk memberikan ucapan terima kasih atas perlakuan guru terhadap para siswanya. Cara ini selalu diterapkan bagi semua siswa dari tahun ke tahun dengan sukarela.
Dilihat dari kemandirian para siswa, pihak sekolah telah percaya akan kinerja mereka, misalnya saja dalam kepengurusan OSIS. Ketua OSIS kali ini adalah seorang perempuan bernama Nita. Para Guru cukup dibuatnya bangga, sebab selain dia juga temasuk anak yang pintar, dia juga aktif di berbagai ekstrakulikuler yang diadakan sekolah. Seperti belum lama ini sekolah mendapatkan penghargaan juara ke 2 se-Kecamatan karena kemenangannya dalam lomba Paskibra.
Nita juga termasuk orang yang bias merangkul teman-teman yang lain. Dalam hal ini, pihak sekolah sangat setuju dengan sikap dewasa yang dimilikinya, keran dengan begitu dia layak dijadikan panutan bagi teman-temannya yang lain. Walaupun pada kenyataanya ada saja anak yang nakal. Maka dari itu pihakl sekolah dan warga sekolah khususnya saling membantu terutama bila ada dari salah sekian anak yang memiliki masalah. Dalam hal ini pihak sekolah lebih mempercayakan pada BK atau lebih dikenal oleh para siswa Bidang Konsultasi. Jadi, semua bias diatasi sesuai prosedur yang tentunya baik.
Pihak sekolah juga tengah bersiap-siap untuk mengarahkan ”anak-anaknya” terkait UAN yang akan dilaksanakan maret-an. Sebenarnya hal yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah tidak jauh beda dengan tadi, hanya saja di sini pihak sekolah lebih memantapkan para siswa kelas 3 untuk siap baik secara mental atau fisik, juga Jasmani serta Rohani untuk menghadapi UAN nanti.
Setelah nanti para siswa telah selesai ujian rata-rata dari mereka juga ada yang akan melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi dan ada juga yang tidak. Bagi mereka yang tidak melanjutkan sekolah lebih kepada factor ekonomi yang notabene  masuk dalam kategori menegah ke bawah. Tapi mereka juga tidak kecewa akan hal ini, setidaknya mereka tetap berusaha walaupun mungkin kenyataan terpaitnya mereka tidak bias melanjutkan pendidikan. Namun, pihak sekolah tetap memberikan yang terbaik bagi para siswa agar setelah lulus nanti kenangan akan SMA tidak terlupakan, terlepas itu dari non-akademik.
Pihak sekolah juga telah bekerja sama dengan beberapa Universitas yang sekiranya dapat memberikan rekomendasi bagi para siswanya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu dari alumni yang telah kuliah juga biasanya meminta ijin pada pihak sekolah untuk merekomendasikan Universitasnya yang sekiranya akan diminati oleh adik kelasnya setelah lulus nanti.
 Sekolah yang terletak persis di pinggiran sawah ini, telah membuat para siswanya mampu mematahkan image kampung, sebab siswa-siswi didikannya ini mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya yang lebih elite  di bidang akademik. “saya  sebagai pengajar di sini merasa tidak takut untuk bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya yang memang dapat saya akui terakreditasi bagus, tapi sekolah kami juga jauh lebih memiliki taring  yang tidak kalah bagusnya dari mereka” jelas Wendi.

_ Marchiana Aulya H _


SMA Pesantren Kini Mampu Berkata Banyak di Tingkat Nasioal

SMA Pesantren Unggul Al Bayan (SMA PU Al Bayan) Cibadak Sukabumi berada di bawah naungan Yayasan Bina Ummat Sejahtera Jakarta yang selama ini komitmen bergerak pada bidang social dan pendidikan. Demi keberlangsungan dan menata keorganisasiannya, SMA Pesantren Unggul Al Bayan dinaungi langsung oleh Majelis Pengarah yang dibentuk oleh Yayasan Bina Ummat Sejahtera. Majelis inilah yang bertugas merumuskan, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan pendidikan di SMA Pesantren Unggul Al Bayan.

Kesekian kalinya SMA Pesantren Unggul Albayan mengirimkan jagoannya  dalam bidang bahasa Inggris untuk mengikuti final lomba debat di tingkat nasional. Kali ini tim debat SMA PU Albayan akan mengikuti final debat yang bertemakan “Speak Up for Diversity”. Acara ini diselenggarakan oleh LSM International, sebuah LSM yang peduli akan toleransi umat beragama.  Ajang bergengsi ini diadakan di Jakarta dan di ikuti  oleh seluruh pelajar tingkat SMA seIndonesia yang telah terseleksi dengan sangat ketat. Acara ini sedianya akan dihelat selama empat hari mulai tanggal 24 – 27 November 2010 bertempat di hotel Cemara.

Luapan kegembiraan dan rasa syukur yang mendalam  sangat dirasakan oleh tim lomba debat SMA PU Albayan, setelah akhirnya terpilih menjadi finalis di ajang bergengsi tersebut. Tim finalis dari SMA PU Albayan ini terdiri dari tiga pelajar, mereka adalah Gemilang Rilvi (18), Kaesar Haris (18), dan M. Rijal Fauzi (17) . Mereka mengungkapkan, jika mereka tidak pernah menyangka masuk sebagai tim finalis  ke tingkat nasional. Pasalnya, ajang ini telah mereka perebutkan dengan jalan tidak mudah. Berbagai seleksi dan proses mereka lakoni dengan sangat alot dan penuh persaingan. Perlu diketahui, sebelumnya mereka harus berlomba dengan teman-temannya  sendiri yang terpilih dalam tahap seleksi awal, sampai akhirnya diputuskan siapa saja yang mendapatkan tiket menuju laga final.

Kini kesempatan tim debat SMA PU Albayan untuk unjuk prestasi telah terbuka lebar di tingkat nasional. Mereka harus berjuang ekstra keras agar hasil yang dicapai maksimal. Sebab, lomba debat antar-SMA seIndonesia ini diperuntukkan hanya untuk pelajar Indonesia yang tidak hanya jago secara bahasa Inggris, namun juga harus menguasai pengetahuan umum khususnya mengenai pluralitas dalam beragama. Dan tentu saja, hal ini membuat tim debat dari SMA PU Albayan semakin tertantang untuk meraih kesempatan menorehkan prestasi yang terbaik membela almamater. “ini merupakan kesempatan emas untuk SMA PU Albayan  dalam menorehkan prestasi di tingkat nasional, dan saya akan berjuang demi keberhasilan tim kita, termasuk mempersiapkan mental dan pengetahuan tim,” tandas Fathurrahman, S.Pd.I., guru bahasa Inggris sekaligus salah satu pembina tim debat di sela-sela diskusi dengan tim.

Pihak SMA PU Albayan sendiri telah mempersiapkan segala persiapan tim termasuk fasilitas dan kebutuhan tim selama bertanding. Hari Rabu, 24 Oktober 2010 tim berangkat ke Jakarta dengan fasilitas dari sekolah, dan tim pun menyatakan siap untuk bertanding. Ucapan selamat dan doa dari seluruh sivitas akademika SMA PU Albayan juga turut mengiringi keberangkatan tim. Selamat berjuang (D.W. Nugraha)

Sekolah Homogen, Bagaimana rasanya?

Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia adalah sekolah yang  unisex. Artinya, murid-murid yang dididik di sekolah tersebut terdiri dari perempuan dan laki-laki. Namun, ada beberapa sekolah yang menganut sistem homogen dalam pengajarannya. Sekolah tersebut hanya menerima murid perempuan saja atau mungkin hanya laki-laki saja. Beberapa nama sekolah yang sudah terkenal dengan sistemnya tersebut adalah Santa Ursula, Tarakanita, Pangudi Luhur, Canisius, dan Stella Duce.
                Bagi orang-orang yang belajar di sekolah unisex mungkin biasa saja dalam menanggapi sekolah homogen, dan menganggap hanya berbeda di jenis kelaminnya saja. Namun siapa sangka bahwa mereka yang belajar di sekolah homogen merasakan hal yang berbeda dan memiliki kesan tersendiri dengan sekolahnya?

                Eveline Rima Olivia, misalnya. Ia adalah salah satu orang yang pernah merasakan bagaimana belajar di sekolah yang hanya berisi perempuan saja, yaitu SMA Tarakanita 1, Puloraya. Pada awal masuk di sekolah homogen, ia merasa kaget dengan suasana kelas yang hanya perempuan saja. Namun menurutnya, lama kelamaan ia merasa nyaman dengan keadaan tersebut dan justru sangat bersyukur bersekolah di sana. Satu hal yang paling membuat dia kaget dengan sekolah tersebut adalah masalah senioritasnya yang menurutnya berlebihan. Tak jarang para junior disuruh yang aneh-aneh oleh para kakak kelasnya.
                Walaupun ada senioritas yang cukup tinggi di sekolahnya, Eveline tidak pernah merasa menyesal pernah bersekolah di sana. Di sekolah tersebut, ia merasa mendapatkan banyak pengalaman yang berharga yang mungkin tidak akan ia dapatkan di sekolah lain. “Susah dan senang semuanya bareng-bareng. Apalagi kalo kita lagi bikin acara semacam pensi, jadi ya pasti kerja keras. Kita bisa buktiin kalo cewek tuh nggak lemah”, ujarnya bersemangat saat bercerita tentang pengalaman SMA-nya. Ia juga menuturkan bahwa masa-masa SMA nya adalah masa-masa yang tak tergantikan dan tak terlupakan.
                Tidak berbeda jauh dengan Eveline, Maria Viannie Anastasia Sitepu juga merasakan hal yang serupa. Aney, begitu ia biasa disapa, bahkan pernah naik ke atas tiang untuk memasang spanduk. Jika di sekolah unisex pada umumnya, tentu saja pekerjaan tersebut dilakukan oleh para laki-laki. Aney juga merasa kurang nyaman berada di sekolah homogen pada awal ia masuk di SMA Stella Duce, Yogyakarta. Bahkan awalnya sempat terpikir untuk pindah ke sekolah unisex. Namun seiring berjalannya waktu, Aney justru merasa sangat betah dengan situasi sekolahnya tersebut. “Kita jadi belajar buat mandiri dan nggak bergantung sama cowok. Apalagi solidaritas di antara satu sama lain kuat banget, jadi aku nyaman sekolah di situ”, ungkap Aney.
                Ternyata, belajar di sekolah yang homogen memiliki kesan tersendiri bagi mereka yang pernah mengalaminya. Ada hal-hal menarik yang mungkin tidak dirasakan oleh orang-orang yang bersekolah di SMA unisex, namun dirasakan oleh mereka yang bersekolah di SMA homogen.

Editha Apriyanti
210110090237
Sumber: Eveline Rima Olivia (alumni SMA Tarakanita 1, Puloraya), Maria Viannie Anastasia Sitepu (alumni SMA Stella Duce, Yogyakarta)

Pengayaan, Persiapan Menghadapi Ujian Nasional


Siswa SMA Negeri 1 Jatinangor akan mendapatkan pengayaan sebagai sarana persiapan untuk menghadapi Ujian Nasional yang akan mereka hadapi pada bulan Maret tahun depan. Persiapan yang diselenggarakan pihak sekolah ini berupa pengayaan ( jam belajar tambahan yang biasanya disediakan oleh pihak sekolah setelah jam belajar reguler usai. red ). “Dalam pengayaan, para siswa kelas dua belas akan mendapatkan materi – materi  berupa soal – soal ujian nasional tahun sebelumnya serta perkiraan soal yang akan diujikan,” terang Ibu Atikah, guru bagian penyusun kurikulum. Pengayaan ini akan mulai dilaksakan pada semester dua.
Ia juga mengungkapkan, sebagai persiapan dini, para siswa diberikan kisi – kisi, berupa bahasan yang akan diujikan pada ujian nasional nanti. Pembahasan mencakup materi pelajaran yang telah dipelajari mulai kelas sepuluh hingga materi pelajaran terakhir yang diberikan ooleh para guru. Pada semester dua, barulah para siswa akan diberikan pengayaan. “Pengayaan diadakan sebanyak sepuluh pertemuan, diselingi tiga kali tryout  atau ujian percobaan.”
Beberapa siswa mengaku, merasa tegang menghadapi ujian nasional yang akan mereka hadapi sekitar empat bulan lagi. “Kita mah merasa tegang,” aku dua siswi kelas dua belas jurusan IPA, SMA Negeri 1 Jatinangor. “Dari guru sih udah mulai wanti – wanti buat belajar, tapi tetep aja males”, aku mereka. Hal ini terkait banyaknya siswa yang tidak lulus pada ujian nasional tahun – tahun sebelum tahun ini yang beberapa mengalami tekanan batin, bahkan stres.
Pada tahun ini, para siswa menghadapi ujian yang makin ketat. Untuk menghilangkan kesempatan menyontek, para peserta ujian akan diberikan soal berbeda satu sama lain. Mereka akan mendapatkan delapan belas paket soal yang berbeda. (Noor Hafidz)

Bullying, Masih Jaman?


Masa SMA pasti tidak pernah bisa lepas dari yang namanya bullying. Menurut Komisi Perlindungan Anak, bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau manakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma / depresi dan tidak berdaya. Ga jarang loh bullying bisa bikin seseorang bunuh diri. Hal ini malah terjadi pada seorang siswi SMP, Fifi Kusrini (14), 17 juli 2005 lalu. Fifi yang ayahnya bekerja sebagai tukang bubur, nekat mengakhiri hidupnya karena sering diejek oleh teman-temannya. hal ini tentu sudah diluar batas kewajaran dan harus dihentikan.
Bentuk bullying biasanya tebagi menjadi tiga, yaitu :
·         Fisik (memukul, menampar, memalak atau meminta paksa yang bukan miliknya, )
·         Verbal (memaki, mengejek, menggosip, membodohkan dan mengkerdilkan).
·         Psikologis (mengintimdasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasikan).
Dampak bullying juga bermacam-macam, dari mulai depresi, penurunan nilai, kenaikan tingkat agresi dan yang paling parah ya itu tadi. Bunuh diri. Tapi apakah ini menjadi suatu kewajaran di lingkungan sekolah khususnya lingkungan SMA?

Sampai saat ini bullying, atau lebih dikenal dengan perploncoan, tidak pernah dianjurkan di sekolah-sekolah karena dapat membahayakan jiwa dan raga orang yang di-bully. Beberapa pelaku bullying mengatakan kalau bullying adalah salah satu bentuk orientasi yang harus dijalani siswa baru. Tapi hal ini merupakan salah besar. Orientasi tidak harus dengan bullying. Bullying hanya akan membuat sebuah tradisi perpeoncoan yang turun temurun dari generasi ke generasi. Linkaran setan ini tentu saja arus diputus. Untuk memberantas kasus bullying di sekolah, tentu saja diperlukan partisipasi dari berbagai pihak, terutama pihak sekolah. Pihak sekolah harus melaran kegiatan ini dan memberikan sanksi bagi yang masih melakukan bullying. Para siswa juga seharusnya jangan takut untuk melaporkan kepada sekolah jika terjadi kasus bullying yang menimpa meraka atau teman mereka. Dengan begini, mungkin kasus seperti Fifi tidak akan kita temui lagi di masa depan.

(Siti Rizkika Anisa)

Dunia Fotografi SMA Mengancam Dunia Fotografi Profesional??


Semakin berkembangnya dunia fotografi saat ini, khususnya di Indonesia membuat fotografi tidak lagi menjadi sesuatu yang sifatnya eksklusif dan hanya untuk golongan tertentu saja. Saat ini dunia fotografi di Indonesia tidak hanya menjadi milik kalangan fotografer yang hidup dari dunia fotografi, tetapi juga mulai menghinggapi kalangan anak SMA (Sekolah Menengah Atas). Adanya beberapa keluhan dari pihak yang beprofesi sebagai fotografer profesional akan hal tersebut. Beberapa dari mereka beranggapan bahwa dunia yang mereka geluti saat ini mulai sedikit “terjajah” oleh kehadiran anak-anak SMA yang mulai menekuni bidang ini. Hal tersebut tidak dapat kita pungkiri dalam dunia bisnis fotografi.
Penghargaan akan sebuah hasil karya foto saat ini tidak lagi dapat diukur dengan nilai estetika dari penikmatnya, mulai dari proses foto, kredibilitas fotografer, dan hasil-hasil karya dari sang fotografer tersebut. Hal tersebut dikarenakan perkembangan teknologi yang mulai semakin pesat dan kebutuhan akan dunia fotografi bukanlah barang yang sulit untuk didapatkan. Anak-anak SMA saat ini mulai “melek” teknologi sehingga hasil karya foto yang sama persis dengan hasil karya foto seorang fotografer profesional dapat dengan mudah di hasilkan dengan proses editing. Jika dilihat dari segi bisnis, hal tersebut jelas membuat pihak fotografer profesional mengalami kerugian, contohnya sebuah perusahaan prewedding diberi job untuk sesi foto sebesar lima juta rupiah, tetapi untuk saat ini, anak-anak SMA yang mulai menggeluti bidang ini, diberi 1,5 juta rupiah sudah dapat melakukan hal serupa. Hal tersebut dikarenakan anak-anak jaman sekarang jauh lebih kreatif dibandingkan jaman dulu. Hal tersebut jelas membuat harga pasar foto prewedding menjadi jatuh jika jobnya diambil oleh anak-anak SMA yang menggeluti bidang tersebut. 
Hal yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah mereka (anak-anak SMA yang menggeluti bidang fotografi termasuk yang sekedar hobi) akan merusak "pasar" fotografer profesional? Lagi pula harga yang diberikan akan berbanding lurus dengan kualitas foto yang dihasilkan tanpa melihat fotografernya. Untuk mengabadikan momen bersejarah, seperti pernikahan, mereka mungkin saja mau mempertaruhkan dan memperhitungkannya, terutama jika pasangan tersebut memiliki budget yang "mepet". Menurut saya pribadi, setiap fotografer punya "pasar" masing-masing. Jika ada anggapan bahwa anak SMA jaman sekarang jauh lebih kreatif, bukankah hal tersebut menjadikan seorang fotografer dituntut untuk jauh lebih kreatif lagi?
                                                                            Firman Fernando Silaban
                                                                            210110090002


Selasa, 23 November 2010

Pengertian dan Sejarah SMA (artikel)

Sekolah Menengah Atas atau yang lebih banyak dikenal dengan nama SMA adalah jenjang tingkat pendidikan yang paling sering disebut masa sekolah yang paling indah.
Padahal, sebenarnya kalau dilihat lagi, SMA adalah masa dimana seorang murid harus menentukan pilihan, dan bukan sembarang pilihan, misalnya jurusan apa yang akan dipilih saat kelas dua/tiga nanti? dan pilihan tersebut akan membawa murid tersebut kepada pertanyaan berikutnya.. jurusan apa yang akan dambiil ketika kuliah nanti?
Dan keputusan tersebut bukan lah keputusan yang mudah karena akan membawa seseorang untuk menentukan masa depannya.

Tapi disini, kita tidak akan membahas hal tersebut, disini kita akan membahas mengenai, apa SMA itu, dan sejarah SMA itu sendiri.

SMA atau Sekolah Menengah Atas adalah jenjang sekolah di Indonesia setelah SMP atau Sekolah Menengah Pertama. SMA terdiri dari kelas 1,2, dan 3. Biasanya, pada tahun kedua, murid-murid akan dijuruskan, ada jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) , IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan Bahasa.
SMA sendiri adalah tingkatan sekolah yang tidak masuk ke dalam program wajib belajar yang diadakan pemerintah.
Di Indonesia sendiri, ada beberapa sekolah yang setingkat dengan SMA, misalnya SMK dan MA.

SMA sendiri sudah ada sejak zaman Belanda, tetapi dengan nama yang berbeda. Pada zaman penjajahan Belanda disebut AMS (Algeemene Middelbare School) dan zaman tersebut bahasa pengantar menggunakan bahasa Belanda. Dan juga lokasi sekolah tidak tersebar di seluruh Indonesia seperti saat ini, dahulu hanya terdapat di beberapa ibukota provinsi HindiaBelanda.
Dan ketika zaman penjajahan Jepang AMS berubah nama menjadi SMT atau Sekolah Menengah Tinggi. Dan ketika Indonesia merdeka yaitu tepatnya tanggal 13 Maret 1946, berubah lagi namanya menjadi Sekolah Menengah Oemoem Atas atau SMOA.. Dan pada sekitar tahun 1950an, SMOA berubah manjadi SMA, dan dibagi menjadi SMA A, B, dan C yang saat ini dikenala dengan IPA, IPS dan Bahasa. Pada tahun 1993an SMA sempat berubah menjadi SMU yaitu Sekolah Menengah Umum. Tapi kemudian berubah lagi menjadi yang kita kenal saat ini, SMA.

(Agnes Savithri)
sumber: Wapedia.mobi/ID/SMA