Rabu, 24 November 2010

Sekolah Homogen, Bagaimana rasanya?

Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia adalah sekolah yang  unisex. Artinya, murid-murid yang dididik di sekolah tersebut terdiri dari perempuan dan laki-laki. Namun, ada beberapa sekolah yang menganut sistem homogen dalam pengajarannya. Sekolah tersebut hanya menerima murid perempuan saja atau mungkin hanya laki-laki saja. Beberapa nama sekolah yang sudah terkenal dengan sistemnya tersebut adalah Santa Ursula, Tarakanita, Pangudi Luhur, Canisius, dan Stella Duce.
                Bagi orang-orang yang belajar di sekolah unisex mungkin biasa saja dalam menanggapi sekolah homogen, dan menganggap hanya berbeda di jenis kelaminnya saja. Namun siapa sangka bahwa mereka yang belajar di sekolah homogen merasakan hal yang berbeda dan memiliki kesan tersendiri dengan sekolahnya?

                Eveline Rima Olivia, misalnya. Ia adalah salah satu orang yang pernah merasakan bagaimana belajar di sekolah yang hanya berisi perempuan saja, yaitu SMA Tarakanita 1, Puloraya. Pada awal masuk di sekolah homogen, ia merasa kaget dengan suasana kelas yang hanya perempuan saja. Namun menurutnya, lama kelamaan ia merasa nyaman dengan keadaan tersebut dan justru sangat bersyukur bersekolah di sana. Satu hal yang paling membuat dia kaget dengan sekolah tersebut adalah masalah senioritasnya yang menurutnya berlebihan. Tak jarang para junior disuruh yang aneh-aneh oleh para kakak kelasnya.
                Walaupun ada senioritas yang cukup tinggi di sekolahnya, Eveline tidak pernah merasa menyesal pernah bersekolah di sana. Di sekolah tersebut, ia merasa mendapatkan banyak pengalaman yang berharga yang mungkin tidak akan ia dapatkan di sekolah lain. “Susah dan senang semuanya bareng-bareng. Apalagi kalo kita lagi bikin acara semacam pensi, jadi ya pasti kerja keras. Kita bisa buktiin kalo cewek tuh nggak lemah”, ujarnya bersemangat saat bercerita tentang pengalaman SMA-nya. Ia juga menuturkan bahwa masa-masa SMA nya adalah masa-masa yang tak tergantikan dan tak terlupakan.
                Tidak berbeda jauh dengan Eveline, Maria Viannie Anastasia Sitepu juga merasakan hal yang serupa. Aney, begitu ia biasa disapa, bahkan pernah naik ke atas tiang untuk memasang spanduk. Jika di sekolah unisex pada umumnya, tentu saja pekerjaan tersebut dilakukan oleh para laki-laki. Aney juga merasa kurang nyaman berada di sekolah homogen pada awal ia masuk di SMA Stella Duce, Yogyakarta. Bahkan awalnya sempat terpikir untuk pindah ke sekolah unisex. Namun seiring berjalannya waktu, Aney justru merasa sangat betah dengan situasi sekolahnya tersebut. “Kita jadi belajar buat mandiri dan nggak bergantung sama cowok. Apalagi solidaritas di antara satu sama lain kuat banget, jadi aku nyaman sekolah di situ”, ungkap Aney.
                Ternyata, belajar di sekolah yang homogen memiliki kesan tersendiri bagi mereka yang pernah mengalaminya. Ada hal-hal menarik yang mungkin tidak dirasakan oleh orang-orang yang bersekolah di SMA unisex, namun dirasakan oleh mereka yang bersekolah di SMA homogen.

Editha Apriyanti
210110090237
Sumber: Eveline Rima Olivia (alumni SMA Tarakanita 1, Puloraya), Maria Viannie Anastasia Sitepu (alumni SMA Stella Duce, Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar